Seperti yang diungkapkan dalam beberapa tafsir, bahwa Siti
Hawa setiap mengandung melahirkan dua orang anak alias kembar, satu laki-laki
dan satu perempuan. Kemudian syariat menetapkan untuk perkawinan secara silang,
yakni anak laki-laki dari kelahiran pertama dinikahkan dengan anak perempuan
dari kelahiran yang kedua. Begitu pula sebaliknya, anak laki-laki dari
kelahiran yang kedua dinikahkan dengan anak perempuan dari kelahiran yang
pertama.
Pada kelahiran pertama, Siti Hawa melahirkan Qabil dan
saudara perempuannya. Dan pada kelahiran yang kedua Habil dan saudara
perempuannya. Menurut ketentuan syariat ketika itu, maka Habil harus menikahi saudara
perempuan Qabil dan Qabil menikahi saudara perempuan Habil. Akan tetapi Qabil
menolak ketentuan itu karena saudara perempuan Habil (yang harus ia nikahi) itu
sedikit kurang cantik daripada saudara perempuannya sendiri. Qabil tetap ngotot
ingin menikahi saudara perempuannya sendiri. Kemudian Nabi AS berkata kepada
keduanya (Qabil dan Habil), silakan jika begitu yang kalian inginkan, tetapi masing-masing
kalian harus melakukan pengorbanan.
Kemudian keduanya pun melakukan apa yang disarankan oleh
Ayah mereka Nabi Adam AS. Singkat cerita mereka berdua (Qabil dan
Habil)melakukan apa yang Nabi Adam AS perintahkan kepada mereka. Qabil yang
notabene seorang petani dan ia kemudian mengorbankan hasil tanamannya yang
buruk. Sedangkan Habil yang notabene seorang peternak kambing dan ia kemudian
mengorbankan kambingnya yang terbaik.Ternyata kurban yang diterima Allah SWT adalah
kurban dari Habil dengan cara api turun kepadanya dan membakar kambingnya.
Tiga pelajaran yang dapat kita ambil dari kisah Qabil dan
Habil ini dalam membangun dan mengembangkan Ekonomi Islam:
Pertama, ekonomi harus dibangun diatas prinsip ketundukan
pada aturan dan ketetapan Allah SWT dan RasulNya secara penuh.
Dalam level mikro misalnya, pada ekonomi konvensional pada
teori konsumsinya hanya terpaku pada tingkat kepuasan (self-utility) dari
pengguna barang dan jasa. Sedangkan ekonomi Islam pada teori konsumsinya lebih
mengutamakan maslahah utility yang menyangkut dengan maqashid syari’ah.
Ketika aturan Allah SWT dan RasulNya sudah tidak dijadikan
lagi sebagai pedoman dalam kegiatan ekonomi maka kehancuran dan kehinaanlah
yang akan didapat. Cukuplah Qarun sebagai bukti untuk kita jadikan pelajaran. Allah SWT menghinakan
Qarun dengan menengggelamkanya beserta seluruh harta yang dimilikinya kedalam
perut bumi, karena kesombongan dan keangkuhannya yang mengklaim bahwa semua
harta yang dimiliki oleh nya merupakan hasil jerih payahnya sendiri dan ilmu
yang ia miliki.
Kedua, dalam berjuang memajukan ekonomi Islam itu memerlukan
suatu pengorbanan.
Ingat! tidak ada
kemulian dan kejayaan tanpa perjuangan dan tidak ada pejuangan tanpa
pengorbanan. Jika kita ingin ekonomi islam ini maju, maka berkorbanlah dengan
pengorbanan yang terbaik dari apa yang kita miliki. Jangan pernah berharap
ekonomi Islam ini akan maju dan berkembang, jangan pernah berharap ekonomi
islam dapat mengalahkan ekonomi kapitalis kalau Kita saat ini hanya
berleha-leha dan santai-santai saja tanpa mau berkorban baik pikiran, harta, atau bahkan jiwa. Jayanya
Islam, jayanya ekonomi Islam hanya akan dapat
diraih melalui perjuangan dan pengorbanan dari Kita semua. Choice is your!
Pilihan ada pada kalian. Artinya kalau Kita ingin ingin ekonomi Islam ini maju
itu tergantung Kitanya, mau berkorban atau tidak. Mau berkorban berarti memilih
kejayaan, tidak mau berkorban berarti memilih kehancuran.
Ketiga, ekononomi berbagi.
Logika yang dipakai oleh Qabil adalah logika sisa, sedangkan
logika yang dipakai oleh Habil adalah logika terbaik sehingga kurbannyalah yang
diterima oleh Allah SWT. Sebagai pelaku ekonomi Islam Kita harus menggunakan
logika yang terbaik. Contohnya apabila Kita semua sudah mempunyai pekerjaan
maka hendaknya Kita menggunakan logika yang terbaik. ketika Kita menerima
gajian hal petama kali yang dilakukan adalah membayar zakat dulu, infaq,
ataupun sadaqah. Bukan memenuhi kebutuhan pribadi dulu baru kemudian sisanya
sisanya baru diinfakkan atau disadaqahkan. Jika logika Habil yang Kita pakai
maka insyaallah masalah kemiskinan akan dapat teratasi dan terselesaikan.
sumber: Republika kolom Iqtishadia
Manajemen syariah oleh Prof. Dr. KH. Didin Hafidudin dan Hendri Tanjung
sumber: Republika kolom Iqtishadia
Manajemen syariah oleh Prof. Dr. KH. Didin Hafidudin dan Hendri Tanjung
No comments:
Post a Comment