Kecil dimanja, muda foya-foya, tua kaya raya, mati masuk surga,
kalau ngaji nanti saja. Seperti itulah kira-kira jargonnya kebanyakan pemuda
zaman sekarang, yang menggambarkan hedonisme telah merasuk dalam jiwa mereka.
Salah satu survey menyatakan bahwa 50% pemuda wanita di Indonesia sudah kehilangan keperawanannya,
bahkan sebuah penelitian yang sungguh sangat mengagetkan dari kota pelajar
Yogyakarta bahwa 97,05% mahasiswi sudah hilang keperawanannya. Begitu juga dengan
tawuran antar pelajar atau mahasiswa yang setiap tahunnya semakin meningkat dan
selalu memakan banyak korban.
Fenomena ini merupakan potret betapa sudah jauhnya para pemuda
dengan al Qur’an. Maka tak heran jika terjadi permasalahan dapat dipastikan para
pemuda menjadi aktor utamanya, mulai dari tawuran, seks bebas, narkoba,
pornografi atau bahkan pembunuhan. Apa jadinya nanti negara kita, kalau hal ini
terus terjadi?
Al Qur’an juga telah membuktikan bahwa pemuda memiliki peran yang
sungguh sangat luar biasa dalam menjadi agen perubahan kebangkitan suatu
peradaban, seperti kisah pemuda ashabul ukhdud yang dengan keimanan yang tinggi
kepada Allah SWT mampu melawan hegemoni raja yang zhalim walau harus
mengorbankan jiwanya, begitu juga kisah keberanian pemuda ashabul kahfi yang
selalu dikenang sepanjang zaman, dan yang sungguh sangat luar biar biasa ialah
nabi kita Muhammad SAW yang mampu merubah peradaban jahiliyah kepada peradaban
yang berakhlak dan beriman.
Indonesia kita ini tidak akan pernah dapat bangkit dari
keterpurukan, kecuali oleh pemuda yang mencintai al Qur’an. Sejarah membuktikan
bahwa al Qur’an menjadi kunci kejayaan
umat islam. Pada zaman khalifah Umar bin Abdul Aziz misalnya, orang yang
membaca al Qur’an dalam satu hari sebanyak satu juz merupakan orang yang paling
malas membaca al Qur’an, dan tidak heran pada masa tersebut menjadi masa
kejayaan umat islam sehingga islam menjadi negara super power.
Dan yang menjadi bukti keberhasilan dakwah Rasulullah SAW ialah
karena ia memiliki para sahabat pemuda yang sangat cinta terhadap al Qur’an,
sebuah hadits (percakapan) yang terjadi antara Rasulullah SAW dengan salah
seorang pemuda saat itu, Abdullah bin Amr bin al-Ash. Ia berkata : “saya
mengumpulkan al Quran dan membaca dalam semalam. “ketika hal ini terdengar oleh
Rasulullah SAW , dengan perasaan iba beliau berkata kepadanya: “sungguh aku khawatir,
panjangnya masa yang engkau lalui hingga dirimu merasa bosan, bacalah
(al-Qur’an) itu dalam waktu sebulan.”
Abdulllah sadar, bahwa dirinya masih sangat muda dan sanggup
mengerjakan lebih dari apa yang dianjurkan Rasulullah. Ia lantas berkata: Wahai
Rasulullah, biarkan aku menikmati masa kuat dan masa mudaku ini.” Rasulullah
tidak memungkiri semangat dan kemauan keras Abdulah bin Amr bin Al Ash untuk
menggunakan fase ini, yakni masa yang penuh kekuatan serta perasaan giat dalam
ketaatan kepada Allah SWT. Makanya beliau kemudian memberi pengarahan lain
lantaran rahmat dan kasih sayang kepada sahabatnya tersebut, beliau bersabda:
“(kalau demikian) bacalah ia (Al Qur’an itu) pada setiap dua puluh hari.
“Abdullah bin Amr tetap mengulangi permintaannya : “Wahai Rasulullah, biarkan
aku menikmati masa kuat dan masa mudaku ini.”, kemudian Rasulullah SAW memberi
taujih ketiga sebagai bentuk persetujuan akan semangat ini: “(kalau begitu)
khatamkan ia setiap sepuluh hari.”
Sahabat yang mulia ini belum juga merasa puas akan jangka waktu
yang disarankan kepadanya untuk menghatamkan al Quran setiap sepuluh hari. Ia
pun memohon diberi kesempatan membacanya dalam waktu yang lebih singkat lagi :
“Wahai Rasulullah, biarkan aku menikmati masa kuat dan masa mudaku ini.” Rasulullah
SAW terus mendengarkan permintaannya, beliau bersabda : “khatamkan pada setiap
tujuh hari.” Dan pada usaha terakhir agar permohonannya diluluskan oleh
Rasulullah SAW untuk memanfaatkan masa ini, ia pun berkata : “Wahai Rasulullah,
biarkan aku menikmati masa kuat dan masa mudaku ini.” Namun Rasulullah SAW
menolak memberi waktu yang lebih sedikit dari batas yang beliau tentukan
sebelumnya (yakni tujuh hari). Ini semata-mata didasari oleh perasaan kasihan
dan khawatir akan terhentinya amal tersebut (disebabkan perasaan bosan) (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).
Syaikh Abdullah Nasih Ulwan menyatakan bahwa strategi musuh islam untuk menghancurkan islam ialah
menghancurkan dan menghapus al-Qur’an (dalam artian menjauhkan umat islam dalam
menjalankan ajara-ajaran al Qur’an). Hal ini dilakukan karena ajaran salib
(Kristen) beranggapan bahwa Al-Qur’an adalah sumber pokok kekuatan orang-orang
Islam, sumber mereka untuk kejayaan, kekuatan dan kemajuannya yang telah
berlalu. William Gladstone mantan perdana menteri inggris pernah mengatakan,
“Selama Al-AQur’an ini berada di tangan orang-orang Islam, maka Eropa sama
sekali tidak akan dapat menguasai Dunia Timur. Bahkan Eropa itu sendiri akan
terancam.”
Tidak ada lagi pilihan bagi pemuda kita, melainkan untuk menjadikan
al Qur’an sebagai pedoman dalam kehidupan. Oleh karena itu, sejak dulu hingga
sekarang pemuda merupakan pilar kebangkitan umat islam. Dalam setiap
kebangkitan, pemuda merupakan rahasia kekuataannya. Dalam setiap fikrah, pemuda
adalah pengibar panji-panjinya. Dan dalam setiap kejayaan al Qur’an merupakan
kunci utamanya.
"Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman
kepada Tuhan mereka dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk." (AI-Kahfi:
13)...
No comments:
Post a Comment